Minggu, 06 Januari 2013

HUBUNGAN ANTARA SOSIOLOGI PENDIDIKAN DAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN


Pendidikan karakter dewasa ini yang telah dicanangkan oleh pemerintah sangat dianjurkan bagaimana seorang peserta didik memiliki output yang baik diluar lingkungan sekolah,dan untuk mewujudkan hal tersebut tentu saja adanya penerapan sistem pendidikan yang berbudaya serta aplikasinya dalam kehidupan baik sebagai mahluk individu maupun sebagai mahluk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Adapun persamaan antara sosiologi dan antropologi,yaitu sama-sama bertujuan untuk mencapai pengertian tentang azas-azas hidup masyarakat dan manusia pada umumnya Sosiologi antropologi sebagai ilmu pengetahuan tekah memiliki lapangan penyelidikan, sudut pandang, metode dan susunan pengetahuan yang jelas, objek penelitiannya adalah tingkah laku manusia dan kelompok. Sudut pandangnya adalah memandang hakikat masyarakat, kebudayaan dan individu secara ilmiah, sedangkan susunan pengetahuannya adalah terdiri dari atas konsep-lonsep dan prinsip-prinsip mengenai kehidupan kelompok sosial, kebudayaan dan perkembangan pribadi.
Objek penelitian sosiologi antropologi pendidikan adalah tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku manusia dan institusi sosial yang terkait dengan pendidikan. Tingkah laku itu hanya dapat dimengerti dari tujuan, cita-cita atau nilai-nilai yang dikejar. Sosiologi antropologi pendidikan berbicara tentang pendangan tentang kelas, sekolah, keluarga, masyarakat desa, kelompok-kelompok masyarakat dan sebagainya.
*)karakter       Ilmiah
  Metode        Objek
  hakikat

A.PENDAHULUAN
Latar Belakang
    Perkembangan sosiologi antropologi pendidikan di Indonesia diawali hanya sebagai ilmu pembantu belaka, namun seiring timbulnya perguruan tinggi dana kesadaran bahwa sosiologi antropologi pendidikan sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang maka sosiologi antropologi pendidikan menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah di beberapa perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu mengetahui dan memahami seluk beluk sosiologi antropolgi pendidikan sangat dianjurkan guna mendapatkan pengetahuan yang menunjang perkembangan ilmu itu sendiri dan aplikasinya dalm kehidupan baik sebagai mahluk individu maupun sebagai mahluk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Rumusan Masalah
    Memperhatikan realita yang berkembang mengenai sosio-antropologi pendidikan seperti yang telah diuraikan diatas perlu adanya pemahaman tentang sosio-antropologi pendidikan itu sendiri khusususnya metode-metdode yang terkandung dalam ilmu tersebut yang dirumuskan dalam pengertian sosiologi-antropologi pendidikan,hubunganya serta kaitanya dalam lingkungan pendidikan danmasyarakat.

B. PEMBAHASAN
SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Sosiologi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang relatif baru, berkembang di awal abad 20 dan mengalami hambatan dalam perkembangannya, karena dianggap dapat dipelajari atau merupakan salah satu sub dalam pembahasan sosiologi.
      1. Sejarah Sosiologi Pendidikan
  Kata atau istilah ”sosiologi” pertama-tama muncul dalam salah satu jilid karya tulis Auguste Comte (1978 – 1857) yaitu di dalam tulisannya yang berjudul ”Cours de philosophie Positive.” Oleh Comte, istilah sosiologi tersebut disarankan sebagai nama dari suatu disiplin yang mempelajari ”masyarakat” secara ilmiah. Dalam hubungan ini, ia begitu yakin bahwa dunia sosial juga ”berjalan mengikuti hukum-hukum tertentu” sebagaimana halnya dunia fisik atau dunia alam.
      Berdasarkan hal diatas, kita tahu bahwa Comte menyakini dunia sosial juga dipelajari dengan metode yang sama sebagaimana digunakan untuk mempelajari dunia fisik atau kealaman.
Dan bidang kajian sosiologi pendidikan sendiri, berangkat dari keinginan para sosiologi untuk meyumbangkan pemikirannya bagi pemecahan masalah pendidikan. Dalam pandangan mereka, pada saat itu sosiologi pendidikan diasosiakan dengan konsep ”Educational Sociology.”
Dalam perkembangannya, pada tahun 1914 sebanyak 16 lembaga pendidikan menyajikan mata kuliah ”Educational Sociology” pada periode berikutnya, muncul berbagai buku yang memuat bahasan mengenai ”Educational Sociology,” termasuk juga berbagai konsep tentang hubungan antara sosiologi dengan pendidikan.
      Selama puluhan tahun pertama, perkembangan sosiologi pendidikan berjalan lamban. Perkembangan signifikan sosiologi pendidikan ditandai dengan diangkatnya Sir Fred Clarke sebagai Direktur Pendidikan Tinggi Kependidikan di London pada tahun 1937.

1 Ninit Yulia Anita, sosio antropologi pendidikan,artikel diambil dari http://ninityulianita.wordpress.com/2008/10/31/sosio-antropologi-pendidikan/,2008.
2 Faisal, Sanapiah dan Yasik, Nur. tt. Sosiologi Pendidikan. Surayaba: Usaha Nasional.
 Clarke menganggap sosiologi mampu menyumbangkan pemikiran bagi bidang pendidikan.
Sehubungan dengan penamaan sosiologi pendidikan, terdapat perdebatan yang cukup tajam tentang penggunaan istilah-istilah yang digunakan antara lain sociological approach to education, educational sociology of education, atau the foundation. Pada akhirnya dipilih istilah sociology of education dengan tekanan dan wilayah tekanannya pada proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan.

       Adapun perkembangan sosiologi di Indonesia diawali hanya sebagai ilmu pembantu belaka, namun seiring timbulnya perguruan tinggi dana kesadaran bahwa sosiologi sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang sedang berkembang maka sosiologi yang salah satunya adalah sosiologi pendidikan menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah di beberapa perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
2. Pengertian Sosiologi Pendidikan
      Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Dilihat dari istilah etimologi kedua kata ini tentu berbeda makna, namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya manusia, keduanya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, terutama dalam sistem memberdayakan manusia dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrumen pemberdayaan tersebut.
a. Sosiologi
      Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin “socius” dan kata Yunani “logos”. “Socius” berarti kawan, sahabat, sekutu, rekan, masyarakat. “logos” berarti ilmu. Jadi sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. (Chaerudin, dkk, 1995:67)
Dari segi isi, banyak ahli sosiologi mengemukakan berbagai definisi. Kita ambil sejumlah definisi untuk memberi gambaran tentang sosiologi.
W.F. Ogburn dan M.F. Nimkoff dalam buku mereka “A Handbook of Sociology”, memberikan definisi sosology is the scientific of social life; yang maksudnya : sosiologi adalah studi secara ilmiah terhadap kehidupan sosial. (Ahmadi, 1984:9)

1 Ninit Yulia Anita, sosio antropologi pendidikan,artikel diambil dari http://ninityulianita.wordpress.com/2008/10/31/sosio-antropologi-pendidikan/,2008.
    
  Menurut Ibnu Chaldun, sosiologi adalah mempelajari tentang masyarakat manusia dalam bentuknya yang bermacam-macam, watak dan ciri-ciri dari pada tiap-tiap bentuk itu dan hukum yang menguasai perkembangan. Sementara Prof. Groenman mendefinisikan sosiologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari tindakan-tindakan manusia dalam usahanya menyesuaikan diri dalam suatu ikatan. Penyesuaian ini meliputi:
1. menyesuaikan diri terhadap lingkungan geografi
2. menyesuaikan diri pada sesama manusia
3. penyesuaian diri dengan lingkungan kebudayaan sekelilingnya
(Ahmadi, 1989:9-10).
        Dari rumusan diatas kita dapat menarik kesimpulan, yaitu bahwa sosiologi adalah:
1. merupakan hidup bermasyarakat dalam arti yang luas
2. perkembangan masyarakat di dalam segala aspeknya
3. hubungan antar manusia dengan manusia lainya dalam segala aspeknya
b. Pendidika
n
      Paedegogic berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “pais”, artinya anak, dan ”again” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogic yaitu bimbingan yang diberikan kepada anak.
Secara definitif pendidikan (paedagogic) diartikan, sebagai berikut:
1. Jhon Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001:69)
2. Langeveld
Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan di sengaja antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa (Suwarno, 1992:49)
3. Ki Hajar Dewantara
Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya. (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001:69)

1 Ninit Yulia Anita, sosio antropologi pendidikan,artikel diambil dari http://ninityulianita.wordpress.com/2008/10/31/sosio-antropologi-pendidikan/,2008.
c. Sosiologi Pendidikan
    R.J. Stalcup mengemukakan bahwa sociology of education merupakan suatu analisis terhadap proses-proses sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan. Tekanan dan wilayah telaahnya pada lembaga pendidikan itu sendiri. (Faisal dan Yasin, tt:39)
Beberapa pengertian sosiologi pendidikan
,antara lain :
1. menurut George Payne, yang kerap disebut bapak Sosiologi pendidikan, secara spesifik
        memandang sosiologi pendidikan sebagai studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segala segi ilmu yang dterapkan. Baginya, sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam bidang sosiologi yang dapat dikenakan sosiologis. Adapun menurutnya adalah memberikan guru-guru, para peneliti yang efektif dalam sosiologi yang dapat memberikan sumbangannya kepada pemahaman yang lebih mendalam tentang pendidikan.
2. F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan pengalamannya. Sosiologi pendidikan juga mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
3. E.B.Reutern: Sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk menganalisa lembaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya dengan perkembangan manusia dan dibatasi oleh pengaruh-pengaruh lembaga-lembaga pendidikan yang menentukan kepribadian sosial dari tiap-tiap individu. Jadi pada dasarnya antara individu dengan lembaga-lembaga sosial saling mempengaruhi (process social interaction).
Tidak ketinggalan, Gunawan (2006:2) mengemukakan definisinya tentang sosiologi pendidikan, yaitu ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Dari beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa “sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.”

1 Ninit Yulia Anita, sosio antropologi pendidikan,artikel diambil dari http://ninityulianita.wordpress.com/2008/10/31/sosio-antropologi-pendidikan/,2008.
2 Faisal, Sanapiah dan Yasik, Nur. tt. Sosiologi Pendidikan. Surayaba: Usaha Nasional.
ANTROPOLOGI  PENDIDIKAN
      Antropologi berasal dari kata Yunani ”antrophos” yang berarti ”manusia” dan ”logos” yang berarti ”ilmu”. Jadi antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang manusia sebagai makhluk masyarakat. Menurut R. Bedediet (Harsojo,1984:1) perhatian ilmu pengetahuan ini ditujukan kepada sifat khusus badaniah dan cara produksi tradisi serta nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu berbeda dari pergaulan hidup lainnya.
Beberapa definisi antropologi pendidikan menurut para ahli,antara lain :
• William A. Havilan
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisai yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
• David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang manusia
• Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk pada fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antroplogi yaitu sebuah ilmu yanag mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berperilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnnya berbeda-beda.
b. Pendidikan
      Ngalim Purwanto (1995:11) menyatakan bahwa pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
Esensi dari pendidikan itu sendiri ialah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, ide-ide dan nilai-nilai spiritual serta estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda setiap masyarakat atau bangsa.

http://id.wikipedia.org/wiki/antropologi

c. Antropologi Pendidikan
     Antropologi pendidikan merupakan sebuah kajian sistematik, tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropologi terhadap pendidikan dan asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan. (Imran Manan dalam Zamzami, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s)3)
Menurut Shomad (2009:1), antropologi pendidikan mengkaji penggunaan teori-teori dan metode yang digunakan oleh para antropolog serta pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan kebutuhan manusia atau masyarakat. Dengan demikian, antropologi pendidikan bukan menghasilkan ahli-ahli antropologi melainkan menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pendidikan melalui perspektif antropologi.
Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.
Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus dan percobaan yang terpisah dengan kajian yang sistematis mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, sehingga antropologi menyimpulkan bahwa sekolah merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing masyarakat.
3. Ruang Lingkup Antropologi Pendidikan
     Ralphlinton dalam Shomad (2009:3) menganggap kebudayaan adalah warisan sosial. Warisan sosial tersebut mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi bagi penyesuaian diri dengan masyarakat. Kedua, fungsi bagi penyesuaian diri dengan lingkungan.
Lebih lanjut, Shomad (2009:3-4), menjelaskan implementasi pendidikan sebagai penyesuaian diri dengan masyarakat, lingkungan dan kebudayaan sebagai bentuk ruang lingkup antroplogi pendidikan berlangsung dalam proses:
a. Proses sosialisasi:
    Proses ini dimulai sejak bayi baru lahir. Bayi berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, hingga terjadi komunikasi timbal balik dan seterusnya hingga ia tumbuh dan berkembang.

Imran Manan,Definisi Antropologi Pendidikan,yang diambil dari artikel, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s

Adapun yang menjadi sorotan dalam proses sosialisasi yaitu:
1. adanya konflik oleh ketidakharmonisan antara keinginan pribadi, anak dengan tuntutan norma dan aturan yang berlaku
2. perbedaan status ekonomi dan letak geografis
b. Proses Enkulturasi
    Enkulturasi, artinya pembudayaan. Yang dimaksud adalah proses pembudayaan anak agar menjadi manusia berbudaya.
Dalam proses ini pranata, yaitu sistem norma atau aturan-aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus. (Koentjaraningrat,1980:164).
Adapun yang biasa menjadi kajian dalam proses ini, yaitu:
1. Perbedaan jenis kelamin
2. Perbedaan umur
3. Perbedaan/perubahan status (inisiasi)
c. Proses Internalisasi
c.Proses internalisasi yaitu proses penerimaan dan menjadikan warisan sosial (pengetahuan budaya) sebagai isi kepribadian yang dinyatakan dalam perilaku sehari-hari selama hayat masih dikandung badan.
Dalam proses ini kita mendapatkan adanya perbedaan pada masing-masing individu berupa perbedaan kepribadian dan pengalaman.





Imran Manan,Definisi Sosio- Antropologi Pendidikan,yang diambil dari artikel, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s

A.Hubungan Antara Sosiologi Pendidikan Dan Antropologi Pendidikan
Objek kajian sosiologi adalah masyarakat, dan kita juga tahu masyarakat pasti berkebudayaan,namun perlu diingat antara masyarakat dan kebudayaan tidak sama,namun memiliki hubungan yang erat.Dalam hal ini masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi,dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi.
Hal ini disebabkan hubungan erat antara masyarakat dan kebudayaan dan masyarakat diibaratkan semut dan lebah masyarakat,tetapi tidak berkebudayaan,sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat lebih mendasar dan merupakan tanah dimana kebudayaan itu tumbuh.Kebudayaan selalu bertumbuh atau bercorak sesuai dengan masyarakatnya.
Masyarakat berhubungan dengan susunan dan proses hubungan antara manusia dan golongan,kebudayaan berhubungan dengan isi corak dengan hubungan yang ada.Karena itu,keduanya baik masyarakat dan kebudayaan penting bagi sosiologi dan antropologi.Hanya saja,penekanan antara keduanya berbeda.
Kedua spesialisasi ini sering digabungkan menjadi satu bagian.Adapun bidang yang menjadi bahan kajian meliputi hal-hal berikut :
1.Sejarah terjadinya dan perkembangan manusia sebagai makhluk biologis.
2.Sejarah terjadinya berbagai bahasa manusia diseluruh dunia dan penyebaranya.
3.Maslah terjadinya persebaran dan perkembangan berbagai kehidupan diseluruh dunia.
4.Masalah dasar kebudayaan dalam kehidupan manusia dari suku-suku bangsa yang tersebar dimuka bumi sampai sekarang.
      Sedangkan antropolog memandang bahwa manusia itu figur yang hidup ada pada lingkungan,serta figur yang cendrung melawan lingkungan,ia selalu berbeda dalam lingkungan sebagai variabel abadi,bisa diprediksi hanya dalam batas manusia itu sendiri,mudah diketahui hanya dalam sebuah seri virtual tanpa batas.
\
Imran Manan,Definisi Sosio- Antropologi Pendidikan,yang diambil dari artikel, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s
    
     Sementara itu, sosiolog  lebih menilai manusia secara objektif,tidak melibatkan perasaan dan reaksinya.Antropologi budaya seringkali memusatkan perhatian untuk memahami manusia melalui perasaan dan reaksinya,manusia sebagai lazimnya manusia,bukan sebagai objek.
Adapun persamaan antara sosiologi dan antropologi,yaitu sama-sama bertujuan untuk mencapai pengertian tentang azas-azas hidup masyarakat dan manusia pada umumnya.Sedangkan perbedaanya sebagai berikut :
1.Asal mula dan sejarah perkembanganya yang berbeda.
2.Perbedaan pengkhususan pokok dan penelitian.
3.Memiliki metode dan masalah yang khusus.
a.Hubungan antar manusia di dalam sekolah
Lingkup ini lebih condong menganlisis struktur sosial di dalam sekolah yang memiliki karakter berbeda dengan sosial didalam masyarakat luar sekolah, antara lain yaitu :
a. Hakekat kebudayaan sekolah sejauh ada perbedaanya dengan kebudayaan diluar sekolah.
b. Pola interaksi sosial dan struktur masyarakat sekolah
b.Pengaruh sekolah terhadap perilaku dan keperibadian semua pihak disekolah / lembaga pendidikan.
a. Peranan sosial guru-guru / tenaga pendidikan
b. Hakikat kepribadian guru
c. Pengaruh kepribadian guru terhadap kelakuan anak atau peserta didik
d. Fungsi sekolah atau lembaga pendidikan dalam sosialisasi murid / peserta didik.
c.Lembaga pendidikan dalam masyarakat
Disini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah / lembaga pendidikan dengan kelompok sosial lainnya dalam masyarakat disekitaranya sekolah / lembaga pendidikan.

Imran Manan,Definisi Sosio- Antropologi Pendidikan,yang diambil dari artikel, http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s
Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu :
a. Pengaruh masyarakat atas organisasi sekolah / lembaga pendidikan.
b. Analisa proses pendidikan yang terdapat dalam sistem-sistem sosial dalam masyarakat luar sekolah
c. Hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan.
B. Peranan Sosiologi Antropologi Terhadap Dunia Pendidikan
     Dalam pengertian sederhana, sosiologi antropologi pendidikan analisis-analisis ilmiah tentang proses interaksi sosial yang terkait dengan aktivitas pendididkan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosial masyarakat. Sehingga dari sini bisa didapat sebuah gambaran bawa membedah tubuh pendidikan kita menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bisa kearah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.
Disini lain, jika perhatian kita tertuju pada lembaran sejarah perkembangan pendidikan masyarakat Indonesia. Produk kemajuan sosial, meningkatnya tarap hidup rakyat, akselerasi perkembangan itu pengetahuan dan penerapan inovasi teknologi merupakan bagian dari prestasi gemilang hasil jerih payah lembaga pendidikan kita alam upaya memajukan kehidupan bengsa Indonesia.
a. Sekolah Sebagai Organisasi
Tempo dulu masyarakat sederhana belum mengenal lembaga-lembaga resmi yang mengatur penyaluran kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Contohnya masyarakat Indian yang tidak perlu meminta bantuan lembaga sekolah untuk mengajarkan kepandaian memanah kepada generasi penerusnya. Bagi mereka cukup dengan uluran tangan dari para ayah dan saudara taunya maka bisa dipastikan hampir seluruh remaja-remaja muda mampu menguasai teknik memanah dari tingkat dasar sampai kategori mahir. (Herton dan Hunt, 1999). Seiring dengan bergulirnya roda sejarah kehidupan, maka prestasi pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh manusia semakin menjadi kompleks. Sehingga pada fase inilah konsep pengetahuan dan kemampuan-kemampuan gemilangnya telah menjadi penentu arah kehidupan dimasa yang akan datang.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta, Rineke Cipta, 2009.
b. Kelas Sebagai Suatu Sistem Sosial
\   Dari sudut sosiologi beberapa pendekatan telah digunakan sebagai alat analisa untuk mengamati proses-proses yang terjadi diruang kelas.Dimulai dari pengamatan person yang mengetengahkan argumentasi ilmiahnya tentang kelas sebagai suatu sistem sosial. Berkatian dengan fungsi sekolah maka kelas merupakan kepanjangan dari proses sosialisasi anak dilingkungan keluarga maupun masyarakat.
c. Lingkungan Eksternal Sekolah
     Kita tahu bahwa sekolah bernaung dalam suatu wilayah eksternal yang dihuni oleh kumpulan manusia bernama masyarakat gejala timbal balik baik dari sekolah kepada masyarakat merupakan sebaiknya merupakan realitas keseharian yang akan selalu terjadi. Keberadaan sekolah dilingkungan masyarakat kota akan jelas mempengaruhi orientasi pendidikan tersebut dibanding dengan sekolah yang terletak dilereng gunung. Baik dari segi kualitas peserta didik, maupun kompleksitas kegiatan yang terjual pada kegiatan-kegiatan akademik disekolah. Tentunya tidak mungkin sekolah yang berada dilereng gunung mengembangkan ektrakulikuler yang luar biasa padat dan wajib, diikuti oleh seluruh siswa.
 d. Siklus Belajar Individu Di Masyarakat
    Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat, karena apabila kita sadari dari pendidikan sebagai proses tranmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda maka seluruh upaya tersebut dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain baik dirumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebaginya. Wajar pula apabila segala sesuatu yang yang kita ketahui adalah hasil hubungan timbal balik yang ternyata sudah sedemikian rupa dibentuk oleh masyarakat kita.Bagi masyarakat sendiri hakekat pendidikan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan proses kemajuan hidupnya. Maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilai-nilai pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya yang diharapkan akan dimiliki oleh setiap anggota masyarakat dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta, Rineke Cipta, 2009.

C.PENUTUP
Kesimpulan
     Sosiologi antropologi pendidikan memandang masalah-masalah pendidikan dari sudut totalitas lingkup sosial kebudayan, politik dan ekonomi bagi masyarakat, apabila psikologi pendidikan memandang gejala pendidikan dari konteks perilaku dan perkembangan pribadi, maka sosiologi antropologi pendidikan memandang gejala pendidikan sebagai bagian dari  struktur sosial masyarakat.
     Objek penelitian sosiologi antropoogi pendidikan adalah tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku manusia dan institusi sosial yang terkait dengan pendidikan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosial masyarakat sehingga dari sini bisa didapat sebuah gambaran bahwa membedah tubuh pendidikan kita menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bisa kearah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.

Sabtu, 05 Januari 2013

PERBEDAAN ETOS KERJA ANTARA JERMAN DAN INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Saat ini bila kita bandingkan antara pemerintah Indonesia dengan Jerman,khususnya dalam bidang ekonomi tentu sangatlah berbeda.Kita sering bertanya-tanya dalam hati mengapa hal itu terjadi?Apakah karena orang Jerman lebih besar dari orang Indonesia sehingga otaknya juga lebih besar dibandingkan dengan otak kita?
Keberhasilan dari sebuah negara tidak hanya berpengaruh pada apakah negara tersebut adalah negara yang kaya akan kekayaan alam,sehingga dengan menjual segala kepunyaan tersebut dapat menjadi kaya.Keberhasilan suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh etos kerja yang dimiliki oleh bangsa tersebut.Etos kerja merupakan salah satu kunci sukses sekaligus fondasi untuk mencapai suatu keberhasilan.Dengan tingginya etos kerja suatu bangsa merupakan salah satu akar yang membawa suatu negara pada kualitas  yang lebih baik terutama pada bidang ekonomi,sehingga pada level yang lebih luas menjadikan suatu negara lebih maju.
Sebagai pelajar bahasa asing,khususnya bahasa Jerman,tidak cukup jika kita hanya mempelajari bahasanya saja tanpa mengatahui asal-usul dan bagaimana model budaya di Jerman. Dalam pembicaraanya pada konferensi kerjasama Indonesischer Germanistenverband/AGI dengan Program Studi Bahasa Jerman Universitas Negeri Yogyakarta yang bertempat di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY),Dr. Setiawati Darmojuwono, M.A, ketua Assosiasi Germanistik Indonesia (AGI) mengatakan berkomunikasi dengan orang asing seharusnya mempunyai kemampuan komunikasi antarbudaya agar tujuan komunikasi dapat tercapai dan efektif. Kemampuan ini juga diharapkan dapat mencegah konflik karena kesalahpahaman budaya.
Pada mata kuliah Kontrastive Kulturkunde kita mendapatkan ilmu bagaimana perbedaan bangsa Jerman dengan Indonesia baik dari segi ekonomi,politik,budaya,pendidikan,dan lain sebagainya,karena hal itu sangat berpengaruh pada profesionalitas jika kita sudah menjadi seorang guru bahasa Jerman.Selain itu kita juga dapat belajar dari cara kerja orang jerman,bagaimana mereka pada saat bekerja bila dibandingkan dengan orang Indonesia.Hal ini juga mudah-mudahan dapat berpengaruh pada kualitas ekonomi Indonesia jika baangsa ini tidak malu dan mau mencontohi etos kerja orang Jerman.
Tentunya saya juga berharap bahwa kita kaum muda dan generasi penerus bangsa untuk mulai dari sekarang menerapakan etos kerja yang tinggi yang mengedepankan pentingnya disiplin dalam bekerja.
C.Rumusan Maslah
Berdasarkan uraian pada latar belakkang diatas,maka rumusan masalah yang dapat disimpulkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Bagaimanakah etos kerja orang Jerman bila dibandingkan dengan orang Indonesia?
2.Apakah etos kerja sangat berpengaruh pada tingkat kemajuan suatu negara?
3.Apakah hubungan antara aspek inter-kultural (aspek lintas budaya),dalam hal ini “etos kerja” dengan pembelajaran bahasa Jerman sebagai bahasa asing?


                                                                 BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Etos Kerja
Secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti karakter,watak,kesusilaan,adat istiadat,kebiasaan.Etos ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,seperti fakor budaya,faktor iklim,bahkan faktor agama.Menurut Jansen Sinamao, etos adalah kunci dan fondasi keberhasilan suatu masyarakat atau bangsa.Etos juga merupakan salah satu syarat bagi upaya peningkatan kualitas tenaga kerja atau SDM,baik pada level individual,organisasional,maupun sosial.Jadi etos yang dimaksudkan disini merupakan suatu sikap,pandangan atau nilai yang mendasari prinsip kerja suatu komunitas,masyarakat atau bangsa.
Kerja adalah usaha komesial yang menjadi suatu keharusan demi hidup,atau sesuatu yang imperatif dari diri,maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang telak bersifat sakral(Taufik Abdullah,1986).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah suatu perinsip,sikap atau pandangan hidup sekelompok orang atau masyarakat terhadap sebuah pekerjaan yang dihadapinya.
B.Bagaimana etos kerja bangsa Jerman
Jerman sangat mengutamakan peraturan dan disiplin, dan dalam hal pekerjaan mereka melakukan dengan sangat serius. Di mata beberapa orang, dalam banyak kasus, orang Jerman kaku, tidak fleksibel, dan bahkan sedikit tidak manusiawi. Jerman sangat mengutamakan peraturan tentang kebersihan dan kerapian. Di Jerman, baik taman, jalan-jalan, atau teater atau tempat-tempat umum lainnya, dan di mana-mana terlihat rapi. Jerman juga menekankan peraturan untuk memakai pakaian pada tempatnya. Saat bekerja memakai pakaian kerja, saat di rumah meskipun anda bisa berpakaian santai, tapi selama ketika ada tamu datang, atau pergi keluar, anda harus berpakaian rapi. Di teater, para wanita mengenakan rok panjang, atau setidaknya mengenakan pakaian gelap.
Berdasarkan survei yang dilakukan majalah Spiegel terhadap 1.000 responden bulan Maret 2005 menunjukkan bahwa nilai ”kesadaran nasional” (national consciousness) merupakan nilai yang paling rendah (26-31 persen) di antara nilai-nilai lainnya yang dianggap penting dalam kehidupan rakyat Jerman.Nilai yang tertinggi peringkatnya adalah kejujuran dan integritas (81-83 persen).Dari survei ini dapat dilihat bahwa orang Jerman sangat memprioritaskan kejujuran dan integritas dalam melakukan sesuatu.Adapun hal-hal yang perlu kita pelajari dari kebiasaan atau etos kerja orang Jerman adalah sebagai berikut:
1.Menghargai waktu
Jerman sangat menghargai waktu, jika ada janji, tidak akan berubah waktu dengan mudah. Orang Jerman jika diundang ke rumah orang lain atau pergi keluar untuk mengunjungi teman, akan tiba dengan tepat waktu , tidak membuang-buang waktu dengan datang lebih awal ataupun terlambat.Di Jerman jika tidak ada acara khusus, mereka harus menghargai tetangga sekitar dengan tidak diperbolehkan menbuat kebisingandari pukul 20:00-08:00 hari berikutnya. Jika ada acara khusus, harus minta izin di awal ke tetangga-tetangga. Jika tidak, akan menuai protes dari tetangga dan bahkan akan dilaporkan ke polisi.
2.Tulus dan fokus pada etiket
Berurusan dengan orang Jerman tidaklah memiliki banyak kesulitan. Dalam kebanyakan kasus, yang bisa mereka lakukan, mereka akan segera memberitahu Anda “bisa melakukannya.” Dimana mereka tidak dapat dilakukan, mereka jelas akan memberitahu Anda “Tidak”, atau memberi  jawaban yang  jelas. Tentu saja, tingkat hubungan pribadi tidak akan pengaruh pada hubungan pekerjaan.Mirip dengan kebanyakan negara Barat, Jerman lebih memperhatikan etiket. Mereka bertemu, selalu menyapa “Hello.” .Bertemu dengan teman mereka akan berjabat tangan dulu. Jika teman lama mereka akan saling memeluk. Pada acara formal mereka juga akan mencium tangan wanita sebagai rasa hormat.
Memberi hadiah adalah sangat dihargai di Jerman. Ketika diundang ke rumah orang lain, biasanya datang dengan hadiah. Kebanyakan orang dengan karangan bunga, beberapa tamu laki-laki dengan botol anggur, ada juga yang membawakan buku atau album. Dalam menyambut para tamu (seperti stasiun, bandara dan tempat-tempat lain) untuk mengunjungi pasien, banyak juga mengirimkan bunga. Biasanya mereka langsung membuka hadiah di depan pemberi dan mengucapkan terimakasih.Di Jerman dan negara-negara Barat lain, perempuan adalah prioritas. Seperti saat antrian mereka akan mendahulukan perempuan. Dalam berbicara dengan rekan kerja, orang Jerman sangat berhati-hati untuk menghormati satu sama lain. Jangan tanya urusan pribadi orang lain (seperti usia wanita).
Adapun etos kerja orang Jerman menurut Max Weber dalam bukunya yang berjudul “The spirit of Capitalism” adalah :
1.Bertindak rasional
2.Berdisiplin tinggi
3.Bekerja keras
4.Berorientasi sukses material
5.Tidak mengumbar kesenangan
6.Hemat dan bersahaja
7.Menabung dan berinvestasi

C.Etos kerja orang Indonesia
Setelah melihat etos kerja orang Jerman,pertanyaanya kemudian adalah seperti apa etos kerja bangsa Indonesia ini? Apakah etos kerja kita menjadi penyebab dari rapuh dan rendahnya kinerja sistem sosial,ekonomi dan kultural, yang lantas berimplikasi pada kualitas kehidupan? Ataukah etos kerja yang kita miliki sekarang ini merupakan bagian dari politik republik tercinta? Dalam buku "Manusia Indonesia" karya Mochtar Lubis yang diterbitkan sekitar seperempat abad yang lalu, diungkapkan adanya karakteristik etos kerja tertentu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Beberapa di antara ciri-ciri itu adalah: munafik; tidak bertanggung jawab; feodal; percaya pada takhyul; dan lemah wataknya. Beliau tidak sendirian. Sejumlah pemikir/budayawan lain menyatakan hal-hal serupa. Misalnya, ada yang menyebut bahwa bangsa Indonesia memiliki ‘budaya loyo,’ ‘budaya instan,’ dan banyak lagi.
Hasil pengamatan para pemikir/cendekia tersebut tentu ada kebenarannya. Tetapi tentunya (dan mudah-mudahan) bukan maksud mereka untuk membuat final judgement terhadap bangsa kita. Pernyataan-pernyataan mereka perlu kita sikapi sebagai suatu teguran dan peringatan yang serius. Jika ciri-ciri etos kerja sebagaimana diungkapkan Dalam “Manusia Indonesia” kita sosialisaikan, tumbuhkembangkan dan pelihara, maka berarti kita bergerak mundur beberapa abad ke belakang.
 Tanpa bermaksud terlarut dalam kejayaan masa lalu, sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki prestasi yang patut dihargai dalam perjalanannya. Tegaknya Candi Borobudur dan puluhan yang lainnya hanya mungkin terjadi dengan dukungan etos Kerja yang bercirikan disiplin, kooperatif, loyal, terampil rasional (sampai batas tertentu),kerja keras, dan lain-lain. Berkembang luasnya pengaruh kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit, Samudra Pasai, Mataram, Demak, dengan berbagai perangkat dan Infrastruktur teknologis maupun sosial dalam pengelolaan kenegaraannya, juga mempersyaratkan adanya suatu etos kerja tertentu yang patut dihargai. Selain ini, pesantren-pesantren yang sampai kini masih bertahan dan berkembang, memiliki akar pertumbuhan pada beberapa abad yang lalu, yang menunjukkan bahwa tradisi belajar mengajar telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Tanah Air jauh sebelum bangsa belanda mengunjungi kita. kita juga mengenal slogan-slogan yang setidaknya dulu pernah menjadi perminan suatu etos kehidupan, seperti: Bhinneka Tunggal Ika; Ing Ngarso Sung Tulodo, ing Madyo Mbangung Karso, Tut Wuri Handayani; Menang Tan Ngasorake; Niteni, iroake, Nambahake. Ini mencerminkan etos kerja dalam konteks kehidupan sosial yang penting dalam membangun persatuan, leadership, dan bahkan untuk berinovasi. Masih banyak lagi slogan-slogan yang berlaku dan terkenal di berbagai daerah-daerah di Tanah air
Jansen Sinamo menyajikan 8 Etos Kerja Professional putra-putri Indonesia dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Kerja adalah Rahmat
2.    Kerja adalah Amanah
3.    Kerja adalah Panggilan
4.    Kerja adalah Aktualisasi
5.    Kerja adalah Ibadah
6.    Kerja adalah Seni
7.    Kerja adalah Kehormatan
8.    Kerja adalah Pelayanan

D.Hubungan antara “etos kerja” dengan pembelajaran bahasa Jerman sebagai bahasa  asing
Ketika dunia kita menjadi lebih kompleks dan plural secara budaya, topik tentang komunikasi antar budaya menjadi semakin penting. Kemampuan komunikasi antar budaya mempengaruhi kemampuan kita untuk berfungsi dengan baik tidak hanya di tempat kerja dan sekolah, namun juga di rumah, bersama keluarga, dan pada saat kita bermain. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk melakukan komunikasi antar budaya, kita tampaknya juga harus memperbaiki kemampuan komunikasi kita sendiri.
Sebagai mahasiswa yang mempelajari bahasa Jerman khususnya pendidikan tentu sudah seharusnya kita harus mempelajari budaya Jerman.Kata budaya memang memiliki defenisi yang sangat luas apabila dijadikan judul dalam menyusun makalah ini.Oleh karena itu saya mengambil salah satu aspek dari budaya itu sendiri,yakni “etos kerja”.
Berbicara mengenai etos kerja tidak terlepas dari seorang manusia sebagai makhluk sosial yang setiap hari selalu berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain.Begitu pula dengan kita yang nantinya akan menjadi seorang guru,selain bisa mengajari peserta didik dengan baik kita juga memberikan teladan yang baik kepada anak didik dengan memperlihatkan etos kerja kita yang baik,seperti datang tepat waktu,serius dalam bekerja ,dan lain sebagainya sehingga bisa ditiru oleh mereka dan diterapakan di masyarakat.Dari situ mereka juga menerapakan hal tersebut dilingkungan mereka berada ,seperti di tempat kerja,dan lain sebagainya.Berawal dari sini kita telah mencoba salah satu langkah untuk memperbaharui kualitas ekonomi negara kita.Bukan hal yang tidak mungkin dan mustahil jika seluruh guru di Indonesia melakukan hal demikian,saya yakin 15-20 tahun yang akan datang negara kita akan menjadi salah satu negara yang disegani di dunia khususnya di bidang ekonomi.Karena kalau diperhatikan bahwa kualitas kerja guru di Indonesia masih sangat rendah.
Selain di bidang pendidikan,jika kita bekerja pada sebuah perusahaan apalagi perusahaan asing,etos kerja sangat diperhatikan oleh perusahaan tersebut.Orang barat sangat memprioritaskan antara lain : bertindak rasional dalam bekerja,berdisiplin tinggi,dan orang yang suka bekerja keras.Jika kita menerapkan etos kerja orang indonesia (bukanya meremehkan,tetapi memang kenyataanya) kita tidak akan diterima pada perusahaan mereka.Pentingnya mempelajari budaya orang lain dalam hal bekerja disini adalah bagaimana kita memahami budaya bangsa lain,serta mencoba untuk masuk budaya mereka yang baik dan yang jeleknya jangan ditiru, dengan sendirinya hubungan kita akan baik dengan mereka dan memberikan dampak yang positif bagi kita juga.


   BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari pembahasan diatas,maka disumpulkan bahwa etos kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam kemajuan sebuah negara.Dengan tingginya etos kera suatu bangsa merupakan salah satu akar yang akan membawa suatu negara pada kualitas yang lebih baik terutama pada bidang ekonomi,sehingga pada level yang lebih luas menadikan suatu negara menjadi lebih maju.
Selain sangat berperan penting pada kemajuan sebuah negara,etos kerja juga beperan penting bagi para kaum muda khususnya para mahasiswa,karena jika kaum muda mulai dini menerapkan sistem kerja yang baik maka akan berdamapak pada kualitas keperibadian mereka dan akan berdampak positif juga bagi bangsa dan negara.
Sebagai pembelajar bahasa basing khususnya bahasa Jerman,selain mempelajari bahasanya kita juga harus mempelajari budaya Jerman.Budaya yang baik seperti etos kerja mereka yang tinggi kita pelajari,dan yang buruknya seperti kehidupan bebas,tidak sopan santun,dan lain-lain yang menurut kita kurang baik tidak perlu dipelajari.

B.Saran
Khususnya bagi kita kaum muda untuk mulai dari sekarang harus bekerja secara profesional dengan etos kerja yang tinggi.








DAFTAR PUSTAKA

Diakses dari:
http://www.uny.ac.id/berita/UNY/pembelajaran-germanistik-cakup-aspek-linguistik-dan-interkultural